Minggu, 11 Januari 2015

Ketika Tuhan Jatuh Cinta


  Here’s a thing. Mau sudah seberapa lelah pun sebagian orang mencemooh genre drama reliji baik di layar lebar maupun televisi, genre-nya harus diakui masih jadi komoditas pasar yang cukup menjual di masyarakat kita. Paling tidak, list-list film lokal terlaris di negara kita masih terisi paling tidak oleh sejumlah genre-nya, belum lagi menyebut rating sinetron. Ditambah kebiasaan produser sekarang yang kerap mencari-carisource novel untuk dijadikan film sebagai jaminan yang diyakini bakal menjual, kali ini ada ‘Ketika Tuhan Jatuh Cinta’, tetap dengan judul yang hampir selalu harus terdengar puitis. Diangkat dari novel karya Wahyu Sujanipattern-nya masih tak jauh berbeda, memuat POV-POV relijius dari sisi Islami diatas sebuah cerita cinta yang lagi-lagi, sangat tipikal. But wait. Deretan cast-nya mungkin cukup menarik buat lebih disimak.

KTJC3

            Meski punya bakat lebih dalam membuat lukisan pasir, Fikri (Reza Rahadian) selalu ditentang oleh ayahnya (Joshua Pandelaki). Dukungan ibunya (Dewi Irawan) serta adiknya, Humaira (Tamara Tyasmara) pun tak bisa mencegah kekerasan hati sang ayah yang menyebabkan Fikri terpaksa keluar dari rumahnya. Hidup luntang-lantung sambil menitipkan lukisannya ke galeri Koh Acong (Didi Petet) dengan anak perempuan cantiknya Lidya (Renata Kusmanto) yang sangat suportif menyiapkan pameran buat Fikri, ia masih menyambangi pujaan hatinya semasa kuliah, Leni (Aulia Sarah) yang sudah menjadi asisten dosen di sebuah perguruan tinggi. Namun perbedaan status ini membuat keduanya tak bisa meresmikan hubungannya. Leni dijodohkan oleh ayahnya (Roy H.Karyadi) sementara Fikri menolak ajakan Leni untuk kawin lari. Sementara Lidya malah jatuh ke dalam pelukan Irul (Ibnu Jamil), sahabat Fikri yang playboy hingga hamil dan Humaira terpaksa melepas jilbabnya diam-diam agar diterima bekerja di sebuah hotel. Ketika Leni yang tidak bahagia dengan pernikahan paksanya berniat melepaskan diri, Fikri justru mulai dekat dengan Shira (Enzy Storia), seorang penggemar setia lukisannya, dan pasca kecelakaan hubungannya dengan Irul, Lidya yang berbeda agama malah mulai menggantungkan hatinya pada Fikri.

KTJC2

            See? Ini memang tak lebih dari sebuah gambaran kisah-kisah drama cinta berbalut nuansa reliji yang sudah berulang kali kita konsumsi dari berbagai media. Oke, mungkin memang selalu ada nilai-nilai kebaikan yang ingin diangkat dari gambaran para karakternya dalam menghadapi masalah-masalah duniawi untuk dibenturkan ke prinsip-prinsip reliji, namun selebihnya, namun secara keseluruhan lagi-lagi memusatkan pandangan dan dakwah-nya secara sempit ke masalah paling basic dari hubungan laki-laki dan perempuan di resepsi-resepsi seputar ranjang. Sebagai tambahan, bukan konflik namanya kalau tak lagi-lagi harus hadir dengan penggambaran sudah jatuh, tertimpa tangga, ketabrak mobil, kecebur got and so on, dimana yang namanya cobaan tak akan jauh-jauh dari semua karakternya.

KTJC7

            Tak sepenuhnya salah memang, karena dalam wujudnya sebagai produk dagangan, penonton kita memang gemar sekali menikmati visualisasi tipikal seperti ini. Orangtua yang marah-marah secara over acting (here, two of the dad characters are monsters), karakter utamanya berkiriman pesan sambil senyum-senyum sumringah yang hanya dibedakan oleh istilah atau pakem reliji tertentu, korban perjodohan yang menolak untuk, maaf, disetubuhi pasangannya, getaran-getaran cinta segitiga atau lebih dari karakter-karakternya secara tak kalah tipikal seperti dalam urusan masak-memasak atau melayani dalam urusan lain dimana yang satu pasti bakal dicemburui yang lain, ini dengan mudah akan membuat pemirsa penyukanya gemas ber-ahh, ahh, sewaktu menyaksikannya. Lengkap pula dengan gambaran karakter playboy dan masalah lebih tipikal film kita soal hamil di luar nikah yang ujung-ujungnya memunculkan dialog klise dimana si pria menolak untuk bertanggung jawab.

KTJC4

            Walau pattern ceritanya memang seperti itu, atau entah skrip yang ditangani sendiri oleh Wahyu dan Daniel Tito, kesalahan utamanya mungkin memang ada pada storytellingsutradara Fransiska Fiorella (nama alias dari Chiska Doppert) yang memang sudah sangat terbiasa di ranah-ranah tipikalisme seperti ini. Di tema-tema percintaan remaja, mungkin sah-sah saja ia tak mau lebih mengeksplorasi hal-hal tipikal seperti ini, tapi mendarat ke tema reliji yang masih belum biasa dilakoninya, ia malah keterusan menampilkan sebuah adegan antara Ibnu Jamil dan Renata Kusmanto yang maaf, sangat tidak pantas ada di genre reliji seperti ini. Tanpa harus menampilkan gestur, maaf lagi, bangun tidur sehabis ML dengan menggaruk-garuk testikel dibalik selimut, toh sebenarnyaIbnu Jamil sudah cukup sukses memerankan karakter Irul yang playboy. Lagi-lagi, ini mungkin memang disukai oleh sebagian penonton kita. Dan mereka cukup yakin dibalik rencana membuat sekuelnya sampai kabarnya 7-8 film, apalagi dengan sambutan yang memang cukup lumayan.

KTJC8

            But however, kecuali beberapa tampilan overacting terutama dari Roy H.Karyadidan Joshua Pandelaki yang benar-benar se-klise film-film kita yang lain, harus diakui kalau ‘Ketika Tuhan Jatuh Cinta’ memang punya sederet cast yang sangat kuat. Reza Rahadian jelas tak pernah mengecewakan mendalami karakternya. Di tangannya, sosokFikri yang punya sifat nyaris tanpa cacat sebagai sosok hero yang wise, alim serta mandiri sebagaimana yang dibutuhkan genre-genre seperti ini, tampil dengan sangat baik. Aulia SarahRenata KusmantoEnzy Storia hingga senior seperti Dewi Irawan dan Didi Petet, meskipun yang terakhir ini lagi-lagi agak maksa buat berperan sebagai seorang Cina pemilik galeri hanya dengan penekanan makeup, juga bagus.

KTJC9

              Di luar blunder adegan yang kurang pantas tadi, Ibnu Jamil pun cukup bagus sebagai Irul, dan yang lebih spesial bisa menyaingi akting mereka semua adalah pemeranHumairaTamara Tyasmara. Lihat adegan menjelang ending yang dilakoni Rezabersamanya dengan penuh emosi tanpa harus jadi berlebihan, bahkan membuat hal-hal tipikal tadi jadi benar-benar bagus buat bangunan emosi yang diperlukan untuk membuat rata-rata pemirsanya jadi ingin menunggu kelanjutannya. Kekuatan lainnya ada pada sinematografi yang dibesut Ari Fatahilah. Berbeda dengan posternya yang serba seadanya, kalau tak mau dibilang asal jadi, deretan gambar-gambar dalam ‘Ketika Tuhan Jatuh Cinta’ bisa dihadirkan dengan cukup berkelas.

KTJC11

           So begitulah. Ini memang bukan ’99 Cahaya Di Langit Eropa’ yang paling tidak mau mencoba menyuguhkan pattern dakwah serta konflik-konflik baru diantara tipikalisme genre yang belum bisa sepenuhnya dihindari, tapi lebih dekat ke film-film seperti ‘Ketika Cinta Bertasbih’. Malah lebih dari bahasan, benturan serta pesan-pesan kebaikan dibalik tema relijinya yang akhirnya hanya hadir tak lebih lewat ikon-ikon penggunaan bahasaArab, dialog atau kostum hanya sebagai atribut, ‘Ketika Tuhan Jatuh Cinta’ agaknya tak lebih dari sekedar melodrama tipikal di banyak film kita dari tempo doeloe hingga sekarang. Cuma satu bedanya, ia memang cukup terselamatkan oleh cast serta sedikit sisi teknis penggarapannya. Chiska mungkin harus belajar lebih lagi kalau benar-benar mau berubah ke arah yang lebih baik dengan nama baru yang disandangnya. (dan)


0 komentar:

Posting Komentar